Senin, 23 Desember 2013

MENGENAL SEJARAH SENI QIRAAT


MENGENAL SEJARAH SENI QIRAAT

Qiraat merupakan cara memperindah Al-quran

Al-quran adalah pegangan hidup bagi semua umat Muslim. Di dalamnya tersusun ayat-ayat suci yang berisikan tentang pedoman untuk meningkatkan iman.
Tak hanya suci, ayat-ayat Al-quran pun sangat indah. Apalagi, jika dilantunkan dengan lagu yang tepat untuk lebih terdengar merdu. Inilah yang disebut seni qiraat.
Salah satu ahli qiraat Muammar ZA mengatakan, qiraat artinya adalah membaca dengan indah. ‘Karena, keindahan suara lantunan al-quran bisa memperindah al-quran yang sudah indah’ ujarnya
Secara etimologi. Qiraat merupakan mashdar dari kata kerja yang berarti membaca. Bentuk jamaknya yaitu qiraat. Qiraat muncul sebagai bentuk pemeliharaan kemurniaan al-quran. Yang pertama kali melakukan qiraat adalah Rasulullah SAW. Bersama para sabahat. Rasulullah memelihara hafalan ayat-ayat suci Al-quran dengan memperhatikan tafkhim (pensyahduan bacaan), tarqiq (pelembutan), ilma (pengejaan), madd (panjang nada), qasr (pendek nada), tasydid (penebalan nada), dan takhfif (penipisan nada). Satu hal lagi yang menjadi perhatian adalah lajnah (dialek).
Muammar ZA mengatakan, dari zaman Nabi, umat Muslim sudah diperintahkan untuk membaca Al-quran dengan suara yang indah "Di zaman Nabi, para sahabat suaranya bagus-bagus" ujarnya
Al-quran, menurutnya adalah bahasa arab yang tertinggi, tidak bisa dibandingan atau diubah. Tapi, agar lebih indah lagi saat didengar, melagukan dengan benar perlu dilakukan. Ada hadist yang mengatakan,"Hiasi Al-quran dengan suaramu yang bagus".
Bangun Budiyanto dalam makalah yang ditulisnya "Qiraat dalam Al-quran" menyatakan, asal usul munculnya macam-macam qiraat adalah karena adanya sekelompok orang, para sahabat Nabi, yang berbeda di zaman Rasul menekuni bacaan(qiraat) al-quran, mengajarkan, dan mempelajarinya. Mereka selalu ingin mengetahui ayat-ayat yang diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad, kemudian mengahfalkanya. Terkadang, mereka juga membacakan ayat-ayat itu dihadapan Rasulullah agar disimak.
Sebagian dari para sahabat ini menjadi guru. Orang-orang yang belajar qiraat kepada mereka meriwayatkan dengan menyebutkan sanadnya dan mereka sering menghafalkan qiraat yang diriwayatkan dari seorang guru. Penghafalan dan periwayatan seperti ini memang sesuai untuk masa itu karena tulisan yang digunakan pada waktu itu adalah tulisan kufi. Dalam tulisan ini, satu kata dapat dibaca dengan beberapa cara. Oleh karena itu, cara pembelajarannya harus belajar langsung kepada guru, kemudian menghafalkan, dan meneruskannya pada muridnya.
Selain itu, kebanyakan orang pada waktu itu masih buta huruf. tidak bisa tulis baca dan belum mengenal cara menjaga pelajaran selain menghafal dan meriwayatkan. Cara ini juga terus diikuti dalam masa-masa berikutnya.
Kelompok pertama para qori adalah kalangan sahabat Nabi, yang tekun mengajar dan belajar pada masa hidupnya. Mereka itu, antara lain, Usman, Ali, Ubay bin Ka'b, Zain bin Tsabit, Abdullah bin Mas'ud dan Abu Musa al-Asyari. Para sahabat ini kemudian meneruskan ilmu qiraat ini kepada seluruh kaum muslimin untuk bersama-sama menjaga keaslian al-qur'an.
Karena yang menghafalkannya bukan satu orang saja, sering terjadi perbedaan-perbedaan dalam lantunan nada dan cara membacanya. Qiraat ini berbeda satu dengan yang lainnya karena mereka mengambilnya dari sahabat yang berbeda pula. Perbedaan ini berlanjut pada tingkat tabiin di setiap daerah penyebaran Islam masing-masing.
Hadist riwayat Bukhari Muslim dari Ibnu 'Abbas dan riwayat muslim dari Ubay bin Ka'b menyatakan, memang kemudian qiraat ini muncul menjadi banyak ragamnya. Tapi, dengan adanya qiraat Al-quran yang bermacam-macam tersebut sebenarnya Allah SWT bermaksud memberikan kemudahan bagi Umat Islam yang tidak seluruhnya dapat membaca Al-quran dengan sempurna. Kemudahan tersebut menunjukan Islam dalam hal membaca al-quran dengan bahasa arab tersebut, tidak memberikan beban yang berat bagi ummatnya. 

KITAB QIRAAT
Begitu banyaknya jenis qiraat, sehingga seorang imam, Abu Ubaid al-Qasim Ibn Salam, tergerak untuk menjadi orang pertama yang mengumpulkan berbagai qiraat dan menyusunnya dalam satu kitab. Menyusul kemudian, ulama lainnya menyusun berbagai kitab qiraat dengan masing-masing metode penulisan dan kategorisasinya. Demi kemudahan mengenali qiraat yang banyak itu, pengelompokan dan pembagian jenisnya adalah cara yang sering digunakan.

TIGA MACAM
Dari segi jumlah, ada tiga macam qiraat yang terkenal, yaitu qiraat sab;ah, 'asyrah, dan syadzah. Sedangkan Ibn al-Jazari membaginya dari segi kaidah hadis dan kekuatan sanadnya. Akan tetapi, kedua pembagian ini saling terkait satu  dengan lainnya. Jenis qiraat yang muncul pertama kali adalah qiraat sab'ah. Qiraat ini telah akrab di dunia akademis sejak abad kedua Hijriyah. Tapi pada masa itu qiraat sab'ah ini belum dikenal secara luas dikalangan umat Islam.

RAGAM IRAMA
Di berbagai wilayah negeri Islam, berkembang aneka ragam seni membaca al-quran. Dalam pelajaran nazam, dikenal berbagai jenis seni membaca al-quran, seperti nahawan, bayati, hijaz, shaba, ras, jiharkah, syika, dan lainnya. Semua jenis lagu atau irama itu tidak ada kaitannya dengan ilmu qiraat sab'ah. Semata-mata hanya seni membaca secara tartil (indah), dan tak ada kaitannya dengan bagaimana melafalkan ayat al-quran.
ahad, 22 Desember 2013. harian Republika

 

Senin, 16 Desember 2013

BERSAMA GURU MENUJU SURGA


BERSAMA GURU MENUJU SURGA

‘Sebaik-baik kalian adalah yang mengajarakan Al-qur’an” HR. Muslim

Ilmu yang diajarkan guru bernilai sedekah

Islam memuliakan guru. Orang yang berilmu dan mengamalkan memiliki kedudukan yang utama daipada ibadah.

Ketua Departemen Dakwah Pimpinan Pusat Ikatan Dai Indonesia ( IKADI ) Ustaz Ahmad Kusyairi Suhail mengatakan, guru yang memiliki keistimewaan merupakan guru yang memiliki semangat mengajarkan ilmunya.
Ilmu yang bermanfaat yang dimiliki seorang guru merupakan bukti bahwa dia termasuk orang yang beriman.”Allah SWT suka yang belajar dan mengamalkannya,:tutur dia.
Kusyairi menegaskan, guru akan mendapatkan manfaat tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Hadist riwayat Muslim menyebutkan, seluruh amal perbuatan seorang manusia akan terputus jika meninggal dunia, kecuali tiga hal, yaitu ilmu yang bermanfaat, amal sedekah dan anak yang soleh.
Menjadi seorang guru artinya memiliki ilmu yang bermanfaat karena telah diamalkan dan diajarkan kepada muridnya. Sehingga, ilmu yang pernah diajarkan akan terus menerus digunakan dan mendapatkan pahala yang tak pernah putus, bahkan hingga dia meninggal dunia.
Kusyairi menambahkan, Islam sangat menghormati kedudukan guru karena guru merupakan penerus misi nabi dan rasul. Estapet risalah yang diterima oleh Rasulullah SAW diteruskan oleh para guru itu pada hakikatnya. Sehingga, Rasul pun menyerukan agar memosisikan guru dalam kedudukan yang terhormat."Berkat guru, yng semula tidak tahu menjadi tahu,"ujar dia.
Di dunia, tutur Kusyairi, guru sejatinya juga memberikan kebahagiaan. Ini berkat ilmu pengetahuan yang mereka transfer. Bedakan dengan seseorang yang luput dari sentuhan guru, tak memiliki ilmu, dan menjadi manusia'buta'.
manun ungkat dia, ada kretiria seorang guru dikatagorikan ideal. Diantaranya, mengajarkan kebaikan dan mampu mengarahkan perilaku anak didik dari yang semula kurang baik menjadi baik.
Kedua, seorang guru harus memiliki akhlak yang mulia. Untuk menjadi dan dapat dijadikan contoh, guru harus berakhlak mulia"bagaimana murid baik bila guru tak pernah baik" ketus dia.
Guru juga harus memiliki rasa tanggungjawab terhadap pekerjaannya dan anak didiknya. Karena, guru tidak semata-mata hanya mentransfer ilmu, tetapi juga mendidik dan menjaga anak agar tetap berbuat baik.
Sebagai guru dia harus mampu mengemban amanah dan dapat mengajarkan ilmu untuk membedakan mana perkara yang makruf dan apa sajakah urusan yang mungkar. Sehingga, si anak dapat membedakan hal baik dan hal yang buruk.
Dosen Universitar Ibnu Kholdun Bogor Ustaz Mulyadi Kosim mengatakan, Islam memandang guru sangat mulia. Ilmu yang disampaikan seorang guru akan mendapatkan nilai-nilai kebaikan, bakhan hingga akhirat.
Kedudukan guru sangat bermacam-macam sesuai dengan sebutannya. Seorang guru tidak hanya menjadi  orang yang hanya mentrasfer ilmu. Guru adalah orang mualim yang memberikan ilmu dan kecerdasan anak didiknya. Guru bertugas sebagai muaddib yang bertugas untuk menjadikan manusai yang beradab.
Guru juga bertugas untuk menyebarkan ta'dzim uluhiyah, artinya, guru juga dapat menyampaikan akhlak dan pensucian jiwa. Sebagai mursyid, guru juga menjadi pembimbing dan memberikan petunjuk kebenaran.
Sedangkan, keistimewaan seorang guru, menurut Mulyadi yang juga sebagai kepala Internasional Islamic High School jakarta, adalah sebagai pewaris kenabian. artinya, seorang guru membawa anak didik dari kegelapan kepada cahaya.
Guru disebut istiemwa karena dia telah melanjtkan tongkat estafet perjuangan Rasulullah. Allah SWT juga menjadi "guru" pertama bagi Adam AS. Mengajarkan perkara yangbelum diketahui, lalu menjadi tahu. Guru menjadi sumber perubahan bagi murid yang tidak baik menjadi baik.
Qosim pun menyebutkan sejumlah kreteria guru ideal, antara lain, amanah, memiliki hubungan yang dekat dengan muridnya, memiliki akhlak yang mulia, dan wawasan yang luas. Guru  dituntut pula memiliki ilmu kejiwaan dan ilmu cara untuk mendidik "Guru mesti bisa berkomunikasi dari hati ke hati," papar dia.
Guru, kata Qosim, harus menjadi contoh teladan baik anak-anak dan menjadi teman saat anak mengalami  masalah. Sehingga anak tidak dapat menghormati mereka. Hubungan antarkeduanya tidak hanya formalitas, tapi juga menghargai dengan mendengarkan segala nasihat dan menerapkan ilmu yang diajarkan. 
Republika Tanggal 29 Nov. 2013 /25 Muharram 1435 H.