Rabu, 27 Februari 2013

MEMAKAI BAJU IMPOR DARI NON-MUSLIM, Bolehkah ?

Maraknya impor dan terbukanya hubungan dagang dengan negara lur memberikan peluang masuknya komoditi busana dari mancanegara. Tak sedikit negera asing non-Muslim yang mengekspor barang berupa pakaian ke negara-negara dengan mayoritas penduduknya muslim.
Prof. Abdul Karim Zaidan dalam bukunya yang berjudul al-Mufashal fi ahkam al-Marati, mengatakan, pada satu sisi memang kondisi ini membangkitkan perekonomiaan masyarakat. Tetapi pada sisi yang lain, serbuan busana impor dari kawasan-kawasan non-Muslim itu menimbulkan pertanyaan besar, yakni seputar boleh tidaknya mengenakan pakaian tersebut ?
Prof Zaidan menguraikan, para ulama membedakan jawaban atas permasalahan ini ke dalam dua kategori besar, kategori pertama, yaitu busana tersebut adalah baju baru dan bukan bekas. Untuk busana impor jenis yang pertama ini, para ulama sepakat hukumnya boleh.
Ibnu Qudamah mengungkapkan kesepatakan itu dalam kitabnya yang berjudul Al-Mughni. Tokoh yang bermazhab Hanbali itu menyebutkan, tak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang kebolehan menggunakan busana impor dari non-Muslim.
Rasulullah SAW dan para sahabat konon juga memakai pakaian yang dijahit oleh para non-Muslim. Busana impor waktu itu banyak yang didatangkan dari Mesir, Damaskus dan Yaman.
Sedangkan, untuk kategori yang kedua, yakni busana bekas yang diimpor dari negara-negara non-Muslim. Menurut ibnu Quddamah, jika busana itu bukan baju atau pakaian yang dikenakan di badan maka tidak jadi soal memakainya. Hukum baju bekas itu pun suci, Misalnya, aksesoris yang dikenakan di kepala, seperti topi, selendang dan syal.
Imam Ahmad mengemukakan, jika busana itu berupa celana atau baju bagian dalam dan bawah maka lebih baik yang bersangkutan mengulangi shalatnya dengan pakaian yang berbeda. Ibnu Qyddamah mengomentari pendapat Ahmad tersebut.
Ada dua opsi penafsiran pandangan Imam Ahmad tersebut, yaitu tetap wajib mengulangi shalat. Ini merupakan pandangan yang diamini oleh al-Qadhi. Sedangkan, menurut Abu al-Khathab, jika yang bersangkutan mengenakan baju impor dari negara-negara non.Muslim maka tidak perlu mengulangi lagi.
Dalam pandangan Imam syafii, menggunakan baju bekas yang diimpor dari negara-negara non-Muslim hukumnya makruh, Bahkan yang berasal dari ahli kitab sekalipun, jika mengenakan aksesorinya pun makruh. Maka, pakaian dalam ataupun busana bagian bawah lebih makruh hukumnya. namun, ia menggarisbawahi ketika yang bersangkutan yakin betul akan kesucian pakaian itu, tak jadi soal mengenakannya. Dalam konteks dan kondisi ini, hukumnya sama dengan baju Muslim. dikutip dari harian republika tgl 22 Februari 2013/11 Rabiul Akhir 1434 H, dialog jumat oleh: Nashin Nashrullah.hal.10

Selasa, 26 Februari 2013

SALING BERSALAMAN USAI SHALAT, bolehkah ?

Kisah ini nyata. Terjadi pada 2007-an, seperti biasa, jamaah shalat Zhuhur disebuah masjid yang berlokasi di Klender, Jakarta Timur, berduyun-duyun memenuhi kewajiban utama umat Islam tersebut. Usai shalat seorang jamaah, sebut saja si fulan menjulurkan tangan ke arah sebelah kanannya. Maksud hati untuk berjabat tangan. Dengan muka masam 'tetangga' shaf tersebut enggan membalas tawaran bersalaman itu.
Ekspresi kekecewaan timbul dari si fulan. Sang jiran itu pun berujar kepada saya,"bersalaman itu bid'ah" Tak ingin berdebat panjang, pembicaraan itu pun tidak saya respons. Berjabat tangan selepas shalat, merupakan pemandangan lumrah dan banyak dijumpai di masyarakat. Sebagian mempersoalkannya, tapi tak sedikit pula yang mmebiasakannya. Ternyata, tidak hanya di dalam negeri, persoalan serupa yang menjadi perbincangan dan diskusi hangat umat Muslim mancanegara. Sepele memang, namun acap kali esnsitif dan menimbulkan gesekan.
Lembaga Fatwa ( Dar al-Ifta) Mesir menyatakan, hukum saling berjabat tangan setelah shalat diperbolehkan dan memiliki landasan yang kuat. Bahkan, sangat dianjurkan. Anjuran ini masuk dalam katagori kesunatan bersalaman antarsesama Muslim. Ini seperti ditekankan pada hadist riwayat Abu Dawud dari al-Barra' Azib. Hadist tersebut menyebutkan, jika kedua Muslim bertemu lalu saling berjabat tangan, memuji dan meminta ampun Allah SWT, maka niscaya Dia akan mengampuni keduanya.
Keputusan yang dikeluarkan pada 2007 itu, merujuk pula pendapat para salaf. Imam an-Nawawi, misalnya Dalam kitab al Majmu' ulama bermazhab syafii ini menegaskan, memang untuk konteks salaman seusai shalat belum pernah ada dasar yang secara gamblang. Namun, tak jadi soal melakukannya. Psalnya ini mengacu pada landasan asal bersalaman yakni sunah. Imam Izzudin bin Salam berpendapat, bersalaman seusai shalat shubuh dan ashar atau shalat tertentu adalah bidah yang diperdebatkan. Lembaga ini juga menggarisbawahi agar tidak mengganggap bersalaman itu sebagai kesempurnaan shalat.
Di akhir ketetapan. Dar al-Ifta mengimbau agar umat Islam menjaga etika perbedaan. Berbeda pendapat boleh, namun tetap saling menghargai. Menampik tawaran berjabat tangan, bisa memicu rasa benci dan ketegangan antara satu dan yang lain. Dan ketahuilah, menumbuhkan rasa cinta satu sama lain jauh lebih baik ketimbang memancing emosi dan sentimen.
Mengutip pendapat Mazhab Maliki. Lembaga Wakaf dan urusan Islam Uni Emirat Arab ( UEA ) menyatakan, hukum berjabat tangan seusai shalat ialah akruh. Ini seperti disampaikan oleh Imam al-Khuttab al-Maliki. Namun lembaga ini mengingatkan, aktivitas itu tetap boleh dilakukan.
Apalagi banyak kelangan ulama yang jua membolehkannya. Dengan alasan berslaman seusai shalattersebut mengacu pada anjuran bersalaman seara umum. Selain Imam an-Nawawi dan Izzudin bin salam. Imam as-syarbini juga berpendapat boleh dalam kitab Mughni al Muhtaj. Soal bolehnya bersalaman seusai shalat juga ditegaskan oleh darul Fatwa, lembaga fatwa umat Islam di Australia.
Komite Tetap Kajian dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi mengeluarkan jawaban atas persoalan ini. Mereka berpandangan bahwa bersalaman seusai shalat tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah. Karenanya, sudah semestinya ditinggalkan.
Lembaga ini berargumentasi, aktivitas yang utama setelah shalat ialah berzikir. Meliputi tahmid, tasbih dan takbir, serta tahlil. Tak lupa ialah meminta ampunan. Anjuran bersalaman berlaku saat pertemuan antarsesama Muslim.
Bila dilakukan ketika bertatap muka saat berdatangan di masjid, maka tidak masalah. Ini merupakan sunah Rasulullah. Selain hadist dari al-Barra' di atas, sahabat Anas bin Malik juga pernah berkisah, kebiasaan para sahabat ketika bertemu ialah saling bersalaman. dikutip pada harian Republika tgl 22 Februari 2013/11 Rabiul Akhir 1434 H, oleh Nashih Nashrullah, dialog jumat (fatwa) hal.5

Kamis, 07 Februari 2013

MEMBERI UANG TIP, Bolehkah ?

     Salah satu kebiasaan yang sering berlaku di masyarakat bertarnsaksi atau menggunakan jasa tertentu ialah memberikan tip. Saat makan di restoran atau kafe, tip diberikan kepada pramusaji. Tip juga kadang diperuntukan bagi kurir atau office boy di perkantoran, misalnya. Fenomena pemberian uang tip nyaris ada di tiap lini kehidupan. Lalu, apa hukum pemberian tersebut menurut perspektif Islam ? Apakah hal ini dala kasus tertentu termasuk kategori grativikasi yang diharamkan ?
     Kebiasaan berbagi tip ini juga menjadi pemandangan yang lumrah di sebagian besar kawasan Timur Tengah. Istilah tip, di negara-negara Arab dikenal dengan bagsyisy atau ikramiyyah. Tip seperti yang berlaku pada umumnya, diberikan kepada para pelayan dan kurir, misalnya, sebagai bentuk ucapan teerima kasih. dan penghargaan atas penggunaan jasany. Penomena itu pun mangundang perhatian lembaga fatwa di negara negara tersebut.
     Ketua Lembaga Dar al-Ifta Mesir Syekh Ali jumah mengatakan, tip tersebut hukumnya boleh.Tapi, bukan sebuah kewajiban dari pengguna jasa. Ini diberikan sebagai bentuk ucapan terima kasih dan hadiah. Pemberian tip tersebut, di luar  akad transaksi antar keduanya. Tip yang telah diberikan tidak boleh diambil oleh perusahaan atau pimpinan tempat si pelayan itu bekerja. Karenanya ia berhak menyembunyikan tip dari bos tempat ia bekerja. 
     Ia mengutip hadist riwayat Bukhori Muslim dari Abu Humaid As Saidi, Rasulullah SAW mengecam para pekerja yang mengharapkan hadiah. Menurut Imam as Nawawi, pelarangan dalam hadist berlaku bila yang bersangkutan berkolerasi langsung dengan otoritas pemerintahan. Ini tidak diperkenankan, tapi bila sekedar hadiah tak jadi soal. 
      Sekjen Komite Fiqih Amerika Serikat Prof. Shalah as-Shawi berpendapat pemberian tip diperbolehkan selama niatnya baik. Ini merupakan bentuk berlomba-lomba dalam kebajikan. Kementrian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait. Menurut pendapat tersebut, baqsyisy boleh diberikan kepada pekerja.
     Kubu yang kedua berpandangan hukum pemberian tip dilarang dan haram. Ini dikategorikan sebagai suap dan grativikasi yang dihukum haram menurut agama. Opsi pelarangan ini merupakan simpulan yang dikeluarkan oleh sejumlah instansi fatwa, salah satunya Komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi. Tip berdasarkan kajian lembaga yang dipimpin oleh Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz itu dinilai bisa menimbulkan beberapa mudarat. Baik dari segi pemberi atau penerima. 
     Penerimaan tip akan selalu berharap dan bisa tersakiti hatinya jika tidak menerimanya. Ini bisa berdampak pula pada diskriminasi atarpengguna jasa. Pekerja atau pelayan itu, misalnya, hanya akan memberikan layanan terbaik bagi mereka para pemberi tip. Akvitias itu akan menjadi budaya yang jelek, yaitu meminta-minta. Sejumlah ulama Arab Saudi, menguatkan pendapat ini, di antaranya Syekh Shalih al-Fauzan dan Syekh Abdurrahman al-Barrak.
     Namun, manta dekan Fakultas Ushuludin Universitas Al Azhar Mesir Prof Muhammad al-Bahi menyanggah pandangan kubu yang kedua. Menurutnya tip dan grativikasi atau suap tidak bisa disamakan. Keduanya, berbeda dari segi prinsip ataupun elemennya.
     Tip diperuntukkan bagi mereka yang berpenghasilan rendah dan tidak memiliki kekuasaan atau berhubungan langsung dengan pemerintah. Jumlah tipnya pun tidak besar, hanya sepantasnya saja. Sementara, grativikasi atau suap ialah pemberian bagi mereka yang berhubungan langsung dengan pemerintah. Misalnya, soal pemenangan tender proyek.

     Besaran suap dalam dalam kasus semacam ini tentunya tidaklah kecil. Sekalipun kecil, pemberian kepada mereka yang berkepentingan dan mempunyai otoritas tersebut haram hukumnya. "Jadi jangan samakan antara tip dan suap,"katanya. Oleh Nashih Nashrullah, Harian  Republika tgl 18 Januari 2013/6 Rabiul Awal 1434 H. Dialog jumat hal. 5, fatwa.

Selasa, 05 Februari 2013

MENYAMBUNG RAMBUT, Bolehkah ?

   Tren kecantikan terus berkembang. Tak hanya menyangkut rias wajah atau berbusana, tetapi mermabh pula pada penampilan cantik rambut. Rambut yang kerap diidentikan dengan mahkota itu menjadi bagian penting dalam penilaian paras seseorang. Banyak cara ditepuh agar mahkota tersebut kelihatan menarik. Slah satunya, melalui metode sambung rambut atau hair extension.
   Tehnik penyambungan rambut ini dilakukan pada sebagian atau bahkan keseluruhan rambut. Rambut disambung menggunakan polymer microtion, yaitu sejenis lem karet yang khusus untuk merekatkan rambut. Peminat hair extension bisa memilih jenis rambut yang akan ia sambung. Ada dua jenisnya, yaitu rambut tiruan (hair synthetic) atau rambut asli yang berasal dari rambut manusia ( human hair ). Soal biaya, memang agak sedikit mahal. Ongkosnya berkisar antara Rp. 800 ribu hingga Rp. 2 juta.
Tren kecantikan penyambungan rambut ini, kata Prof Abdul Jawwad Khalaf dalam bukunya berjudul as-Syi'ra wa Ahkamuhu fi al-Fiqh al-islami telah berkembang sejak lama. Ketika Islam turun pertama kali di Jazirah Arab, para wanita telah mengenal tehnik ini. Karenanya, Rasulullah SAW juga memberikan perhatian khusus.
   Hadist riwayat Muslim dan Ahmad dari Jabir bin Abdullah menyebutkan bahwa Rasul melarang perempuan menyambung apa pun dirambutnya. Kecaman juga ditujukan bagi pihak perias ataupun perempuan yang disambung rambutnya. Ini seperti disebut hadist riwayat Bukhari Muslim dari Aisyah. Bagaimana penafsiran ulama atas hadist ini ?
   Sesuai dengan dua kategori jenis rambut di atas, para ulama memiliki pemandangan yang beragam menyikapi permasalahan tersebut. Dalam kasus rambut asli. Mazhab Maliki, Syafii dan Hambali berpendapat, hukumnya haram. Apa pun tujuannya, baik untuk kecantikan atau sekedar perbaikan rambut.
Termasuk, asal muasal rambut, baik rambut sendiri, kerabat yang mahram, atau rambut orang lain. Tetap saja tidak diperbolehkan. Ini sesuai dengan larangan yang tertuang dalam hadist di atas. Selain itu, sudah semestinya rambut anak adam tersebut tidak  dimanfaatkan. Justru, sunah yang dianjurkan terhadap rambut yang tak terpakai ialah menguburkannya.
    Mazhab Hanafi lebih memilih rambut asli. Ada lagi pendapat ketiga, tetapi dikategorikan sebagai pendapat yang langka, ialah opsi bahwa hukum hair extension boleh secara mutlak. Tak peduli apakah rambut tersebut asli atau sintetis. Ini merupakan pendapat Imam Laits bin Sa'ad. Tapi, sebagian ulama dari Mazhab Syafii mengatakan, larangan itu berlaku bila terdapat najis di rambut tersebut. Jika rambut suci, baik sintetis ataupun asli hukumnya boleh.
    Ada satu jenis rambut lagi, kata Prof Abdul Jawwad. Yaitu penyambungan menggunakan rambut binatang. Menurut mayoritas ulama, hukumnya tidak boleh. Opsi ini dipilih oleh Mazhab Maliki, Hanbali, dan Zhahiri. Sedangkan, di kalangan Mazhab Syafii ada tiga pandangan bila yang bersangkutan bersuami. Pertama tidak boleh, kedua boleh mutlak, dan ketiga boleh atas izin suami. Jika tidak bersuami atau lajang. Mazhab ini tetap tidak memperbolehkan. Oleh Nashih Nashrullah harian Republika, dialog jumat ( Mujahidah ) hal. 10 tgl 16 Januari 2013/ 6 Rabiul Awal 1434 H.  

Senin, 04 Februari 2013

Medio Perjalanan Hidup

Aku lahir tahun 1967 di sebuah kampung yang kental dengan adat Islam di Bali yaitu Kecicang Islam,  dari segi keagamaan yang penuh religi menurut kampung ini, anak-anak di kampung ini harus bisa membaca Al-quran dan sholat lima waktu dan sekolahku di sebuah madrasah ibtidayah disini aku sampai kelas IV. Yang sangat menarik adalah waktu libur sekolah, aku berjualan es mambo ke pasar karang asem, hasil dari penjualan itu aku kumpulkan untuk memberi buku, alat tulis menulis, waktu berjualan inilah yang aku tidak pernah akan kulupan, begitu panas terik, berjalan kaki sepanjang 5 KM untuk mencapai pasar, naik kendaraan tidak mungkin karena tidak punya uang, caranya aku cari jalan kebon, sawah, lahar, kali/sungai. aku hidup dengan nenekku yang nama (bahasa balinya dadong) atau nenek Ikrimah, nenekku bekerja sehari-hari sebagai pencari kayu bakar di kebun. yang punya kebun namanya H. Nurdin, dan H, Nazarudin setiap hari mereka lakoni pekerjaan ini.  pernah suatu hari nenkku sangat marah sekali kepadaku sampai aku disundut dengan kayu bakar dikakiku, dan aku sangat sakit sekali. Dan entah selang berapa bulan nenekku sakit-sakitan sampai sakit keras tidak bisa berjalan, makan ditempat tidur, buang air besar pun di tempat tidur, semua itu akulah yang mengerjakan dibantu oleh kakak perempuan ku, selang beberapa bulan nenekku dipanggil Allah SWT, aku dipelihara oleh bibiku/wahku dan beberapa bulan kemudian aku hijrah ke daerah bedugul, aku hidup disini dengan pamanku Arifin, kerjaan pamanku yaitu berjualan sayur mayur di pasar Candikuning, aku disini tinggal sampai mengasuh anak pamanku yang namanya Sofyan Hadi, disini aku bisa masak, mencari kayu bakar, mencari air untuk masak ke danau Bratan dan disini aku melanjutkan sekolah sampai kelas V SD/MI, di Candikuning aku diajari membaca Al-quran dengan Tajwid dan Qiraah oleh Ustad/Guru Anshor dari Kampung Pegayaman ( Buleleng ) guru khusus datang hari senin malam selasa yang mengajari orangtua/Bapak-Bapak di desa Candikuning, aku sering sekali menginap di Rumahnya paman Siri, karena pulang ke rumah takut karena sudah larut malam, kira-kira pukul 22.00 WITA. kenapa aku hijrah ke sini, karena aku tidak ada lagi yang mengurus kebutuhan sehari-hari karena sudah ditinggal oleh kedua orang tua sejak aku berumur 9 tahun, orang tuaku yang aku sayangi, dari sini aku akhirnya diminta untuk ke Jakarta. Aku pergi ke Jakarta tahun 1979 dengan seorang kenalan pamanku yaitu Ktut Daimudin, aku dijakarta pertama kali yaitu daerah cimanggis-Ciputat dengan paman H. Muhson Effendi, mereka dulu dosen IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dia juga seorang RT disana, selang berapa bulan aku dititipkan di Panti Asuhan Islamic Village tahun 1979. aku masuk di PantiAsuhan dites membaca al-quran oleh H.Istignan Helmy Nasution. Kehdiupan di asmara memang berbeda sekali dengan kehiduan di rumah, semuanya harus dengan disiplin waktu, tidur, makan, sholat, main, mandi, gotong royong, piket, belajar, menonton TV. Semuanya harus tahu waktunya, kalau kerja gotong royong semua harus turun tidak memandang pimpinan dan setelah gotong royong sudah tersedia minuman susu segar dan makanan kecil, aku pernah merasakan bagaimana kerja gotong royong mengecor bangunan sekolah di Islamic bersama Abah Junan Helmy Nasution, Husni Thamrin, Imam Zainudin dll yang kerjanya selepas shalat isya kemudian makan malam baru turun mengecor bangunan dimalam hari. memang menyenangkan dan menyedihakan hidup di asrama.  Di Islamic aku mulai kelas VI SD waktu di SD jumlah murid kelas hanya 12 orang dengan ukuran kelas 4x6 dengan kepala sekolah namanya Bapak Anshori orang Palembang, teman-teman SD ku M. Yusuf, Maswan, dll. Setelah aku lulus SD aku melanjutkan sekolah di SMP Islamic Village dengan kepala Sekolah Bapak Imam Zainudin, tapi ijazah SMPku SMP Negeri I Tangerang dengan tanda tangan Bapak Soeharto. Yang tidak lupa di SMP Islamic yaitu ketika guru metamatika keluar/pindah aku disuruh belajar matematika dengan menghitung berapa jumlah guru berkumis, yang berjenggot karena tidak ada gurunya. Nama guru-guruku di SMP yaitu Nurliana Lubis, Imam Zainudin, Fajar Shidiq, Muchid Al-Fathoni, Daenuri, Huzaimah, Ayub Hikmat, Jufri, Amrin Johan, Bambang, Zainal A. Batubara, Daulay, Bunyamin.teman-teman di SMP yaitu Alfika Yunus, Helmi, Abdul Sukur, sahroji, Mad edi, Zakiah, dll. Setelah tamat SMP aku melanjutkan SMA Islamic Village, di SMA ini masuk Jurusan IPA, waktu aku kelas 2 SMA, taman-teman di SMA ku Saifudin, Fadoly Barbatuli, Istiglal, Didin, M. Yusuf ( Akom ), Sunaryo, Amelia Insani, Radiah Dien Ilyas, Mudrika,  Zainudin, Siti Muawanah, Abdullah, Ani Indriani, dll, sedangankan guru-guruku di SMA yaitu Islam Akbar Nst, Amrin Batubara, Mashudi SH, Entin Sukartinah, Sri Sumaresti, Roni, Nurliana Lubis, Nurjaya, Asmawi, M. Suparni, M. Subti, Gong Matahir Hs., pada suatu hari, tepatnya malam lailatul qadr aku dan berapa temanku di asrama di perkenalkan oleh Abah Junan Helmy Nasution dengan Bapak H. Edwarsyah Siregar, ini nama Bapak angkatmu nanti, yang berdomisili Di daerah elite yaitu Pondok Indah alamatny kalau tidak salah Jl. Bukit Hijau V, setiap lebaran aku sering main-main kesini pondok Indah, pernah aku ditanya setelah lulus SMA mau melanjutkan kemana, tapi aku mencoba di UI dengan pilihan Farmasi - Apoteker, tapi gagal, kemudian aku coba di IAIN Syarif Hidayatullah dengan jurusan Bahasa Arab juga gagal, uang pendafarannya semua diberikan oleh keluaraga Bapak angkatku. Akhirnya aku stop kuliah dulu, aku membantu Umi Masitoh berjualan di Kantin. Selang beberapa bulan aku coba melamar kerja ke Garuda di kemayoran tapi gagal juga karena kurang tinggi badan, aku melamar lagi di pabrik sepatu daerah Cibadak, di terima tapi aku tidak mau karena jauhnya lokasi  dengan asrama, dan akhirnya menjalani kursus-kursus, yaitu mengetik, komputer, setir mobi, tapi sambil membantu umi dikantin, selang berapa bulan aku di tarik oleh Bapak Kepala Sekola SMA yaitu Bapak H. Islam Akbar Nasution untuk menjadi tenaga tata usaha, disini aku jalani pekerjaan ini tapi kalau sore hari aku kuliah di IPRIJA dengan donatur keluarag Amrullah Satoto, uang buku, transportasi, dulu kampusnya di Jl. Matraman Raya daerah Berland. Lingkungan Angkatan Darat, tapi sekarang kampusnya di Kampung Rambutan. daerah Kelapa Dua. Setalah tamat dari IPRIJA aku tetap terus mengamdi di Islamic sampai aku kawin dilamarkan oleh kelarga Abah Junan Helmy Nasution, H. Istignan Helmy Nasution, H. Islam Akbar Nasution, dll. Sekarang aku mempunyai dua anak, hasil dari perkawinan dengan Sri Indah Mariani yang pertama laki-laki namanya Naufal Lathif bin Ayatullah Suhaimi dan yang kedua perempuan namanya Salwa Nabila Resti binti Ayatullah Suhaimi tinggal di daearh Sukabumi Selatan Kebon Jeruk Jakarta Barat,

Minggu, 03 Februari 2013

BEKERJA SAAT SHALAT JUMAT, BOLEHKAN ?

Shalat Jumat adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh Muslim dan tidak terhalang oleh uzur tertentu. Seruan shalat Jumat ini ditegaskan dalam al-Quran, hadist ataupun ijma ulama.
     Allah SWT memerintahakan segenap Muslim untuk menjalankan shalat Jumat, "Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli." Qs, Al-jumah (62).(9)
     Sederetan hadis juga menekankan kewajiban shalat ini, Slah satunya hadis riwayat Muslim dari Abdullah Bin Mas'ud. Rasul menyeruka agar Muslim yang tidak berhalangan segera menunaikan shalat Jumat. Bila tidak maka sebagai bentuk penekanan perintah, rumah mereka yang tingalkan shalat Jumat akan dibakar.  
     Karena itu, para ulama sepakat mereka yang tidak shalat Jumat, sementara ia mampu dan memenuhi syarat, maka dinyatakan berdosa. Untuk menghapus kesalahannya tersebut, ia mesti bertobat sebenar-benarnya. Menurut riwayat Abu Dawud dari Abu Ja'd ad-Dhamari, mereka yang dengan sengaa tidak shalat Jumat tanpa uzur akan menutup pintu hatiya
     Syekh Muhammad al-Amin bin Muhammad bin al-Mukhtar al-Janko as-Syanqithi dalam kitab Adhwa al-Bayan fi Idhah Al-quran bi quran, tidak benar bila ada kelompok yang berpandangan bahwa hukum shalat Jumat tidak wajib. Ulama telah berkonsensus terkait wajibnya shalat ini.
   Ungkapan ini ia lontakan menanggapi opini yang berkembang bahwa para ulama mazhab empat mengganggap, shalat ini tidak wajib. Menurut as-Syanqithi, semua opini itu menyesatkan justru, bila merujuk referensi utama, keempat ulam mazhab tersebut berpandangan Jumat wajib hukumnya.
     Selain itu. muncul pertanyaan dari sebagian kalangan tentang uzur yang bisa menggugurkan kewajiban Jumat. Salah satunya, bekerja. Bolehkah seseorang urung menunaikan shalat jumat dengan aalasan bekerja ? Para ulama berbeda pendapat.
     Syekh Abu Abdul Muiz mengemukakan, menurut para ahli fikih bermazhab Syafii. pekerjaan bisa  dinyatakan sebagai uzur tidak shalat Jumah dengan kreteria tertentu. Menurut al-Madrawi dalam kitab al-inshaf, di antara uzur diperbolehkannya meninggalkan shakat Jumat dan shalat Jamaah ilah dikhawatirkan adanya petaka akibat melewatkan pekerjaanya tersebut, Jika tidak maka pekerjaan bukanlah sebuah uzur.
     Syekh Muiz memaparkan kreteria kapan pekerjaan itu masuk kategori uzur. Salah satunya, ada kebutuhan mendesak pada pekerjaan itu. Bila ditinggalkan untuk shalat Jumat maka bisa mendatangkan bahaya.
      Ia memberikan cntoh, seperti seorang dokter ataupun perawat yang tengah mengobati pasien gawat darurat di mobil ambulans, petugas keamanan, dan para pekerja industri yang mengharuskan mereka mengontrol mesin produksi tiap waktu. Kedua, profesi yang ia lakukan adalah satu-satunya jalan mencari rezeki saat itu.
     Menurut keputusan Komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi, pekerjaan bisa menggugurkan kewajiban shalat jumat bila dianggap vital dan bersinggungan langsung dengan hidup orang banyak. Misanya aparat keamanan yang tengah bertugas, operatot telekomunikasi dan dokter. Tetapi, mereka tetap berkewajiban menunaikan shalat Zhuhur.
     Guru Besar Ushul Fiqih Universitas al-Quds Palestina berpendapat bahwa pekerjaan bukan kategori uzur. Karena itu, tidaka ada alasan meninggalkan shalat Jumat untuk tujuan pekerjaan.
     Ia berargumentasi dengan sejumalh dalil, antara lain, hadist riwayat Muslim dari Abdullah bin Mas'ud di atas. Ia juga mengutip hadis riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah. Menurutnya, pendapat ini adalah opsi yang dianut oleh mayoritas ahli fiqih.

Uzur
Lalu,  apa sajakah faktor diperbolehkannya meninggalkan shalat Jumat ? Syekh Abu al-Mundzir as-Saidi menjelaskan dalam bukunya berjudul Al-Jumah Adab wa ahkam Dirasah Fiqhiyyah Muqranah. Sejumlah perkara yang termasuk uzur menurut perspektif syariat, yaitu sakit parah. Ini sesuai dengan hadist riwayat Thariq bin Syihab.
Selain itu, tunanetra yang berdomisili jauh dari masjid dan tidak mungkin bepergian lantaran ketiadaan petunjuk jalan, menurut mayoritas mazhab, ia wajib shalat Jumat. Sedangkan Mazhab Hanafi berpendapat, ada atau tidak petunjuk jalan, ia tidak wajib Jumat.
Orang lanjut usia dan jompo dianggap pula sebagai uzur jika ia tidak mampu kemasjid. Jika mampu, entah ada kendaraan atau faktor lainnya. maka ia wajib shalat Jumat.
Faktor cuaca merupakan uzur selanjutnya. Kondisi cuaca yang buruk dan adanya bencana, seperti puting beliung, angin topan, dan badai, bisa menggugurkan kewajiban shalat Jumat. Ini sesuai dengan hadist riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas. Termasuk, yang bisa membatalkan keharusan shalat Jumat adalah bepergian. Oleh Nashih Nashrullah Harian Repubika, Jumat, 30 Nov. 2012 / 16 Muharram 1434 H. dialog jumat, hal. 5, fatwa.  

JUAL BELI SAAT SHALAT JUM'AT, BOLEHKAH ?

Saat seruan untuk shalat Jumat dikumandangan maka segenap Muslim yang telah memenuhi syarat dan tidak beruzur, wajib segera menuju masjid guna menghadiri pelkasanaan shalat.
Allah SWT memerintahkan segenap Muslim untuk menjalankan shalat jumat,"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, ( Qs. al-Jumah - 62 (9).
Pesoalaan yang mengemuka terkait hukum Jumat ialah transaksi jual beli yang dilakukan oleh Muslimah, ataupun mereka yang tidak terkena kewajiban shalat Jumat. Bila ulama sepakat, hukum jual beli yang dilakukan oleh mereka yang termasuk kategori wajib Jumat adalah haram.
Sekalipun, mereka berbeda pendapat soal waktunya. Menurut Mazhab Hanafi. laranagan itu dimulai ketika azan pertama untuk shalat Jumat dilaksanakan.
Sedangkan menurut mazhab mayoritas, megharamkan jula beli itu adalah azan kedua.Tetapnya, saat imam tengah berada diatas mimbar. Mazhab Maliki, Syafii dan Hambali, merupakan kelompok yang mewakili mayoritas di sini.
Lalu, bagaiman dengan hukum transaksi jula beli Muslimah. Para ulama mazhab empat sepakat. Muslimah boleh melakukan jula beli sebelum ataupun ketika sahalat Jumat dilasngsungkan. Transaksi yang mereka lakukan pun dianggap sah.
Menurut Mazhab Hanafi, jual beli saat shalat Jumat hukumnya tidak haram bagi kaum perempuan dan orang lakilaki yang beruzur. Mereka menegaskan bahwa yang ketentuan ini hanta berlaku bagi mereka yang tidak terkena kewajiban shalat Jumat.
Dalam kitab Hasyiyat ad-Dasuqi ala as-Syarhi al-Kabir, dijelaskan jika dua belah pihak melangsungakan transaksi, termasuk jula beli ketika shalat Jumat, maka transaksi tersebut dinyatakan rusak, ini bila keduanya merupakan kalangan yang terkena wajib shalat Jumat.
Menurut Mazhab Syafii, pelaksanaan transaksi bagi mereka yang tidak terkena wajib Jumat hukumnya boleh dan tidak dinyatakan makruh, sedangkan menurut Mazhab Hambali, seperti dijelaskan Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni, larangan jual beli saat shalat Jumat hanya berlaku bagi mereka yang terkena wajib shalat. Sedangkan bagi perempuan, anak-anak dan para musafir, ketentuan tersbeut tidak berlaku.
Sedangkan jika salah satu pelaku transaksi adalah mereka yang terkena wajib Jumat dan satu lagi Muslimah, misalnya. mereka sepakat hukumnya tetap haram. Tetapi, ketentuan keharaman itu berlaku hanya untuk pihak lelaki.
Apakah transaksi yang diajalankan rusak, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama memandang akad tersebut batal dan haram bagi pihak lelaki. Sedangkan sebagian ulama berpendapat akad tidak rusak. Hanya dihukumi makruh. Karenanya ulama menyarankan agar Muslimah menghindari berjual beli saat shaat Jumat, ini antara lain untuk menghormati mrekea yang tengah menunaikan shalat. oleh Nashih Nashrullah, Harian Republika tgl 30 Nov. 2012 / 16 Muharram 1434 H. hal. 10 dialog jumat

SAMBUT HARI RAYA PEKAN

Banyak cara untuk mengakrabkan keutamaan Jum'at. Bagi umat Islam, seperti yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Jum'at merupakan hari raya yang hadir berulang-ulang setiap pekan. Karena itu, pendiri PSA ( Pusat Studi Akhlaq ) Ustaz Andian Parlindungan mengingatkan, agar umat Islam menjadikan hari Jumat sebagai waktu untuk bermuhasabah.
Teruatama amal perbuatan yang telah dilakukan setiap sepekan."Jika ada kekurangan, hasil renungan itu untuk memperbaiki kualitas hidup kita untuk seminggu ke depan," katanya.
Keutamaan itu akan lebih optimal bila memulakan penyambutan sejak Kamis. Misalnya, dengan menjalankan puasa sunah Kamis sebagai gerbang menyambut Jumat.
Ia mengatakan, muhasabah setiap Jumat ini diperlukan. Ini karena umat Islam harus mempunyai kualitas hidup. Setiap hari harus ada peningkatan, kalau tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik, termasuk golongan orang-orang yang merugi.
Perbaikan tersebut mencakup semua aspek. Meraihnya, akan mendapat predikat Islam paripurna. "Bila upaya ini ditempuh di Jumat, apahalnya berlipat ganda,"kata alumnus UIN Syarif Hidayatullah ini.
Karena itu, katanya, ia menyatakan agar umat Islam menjadikan Jumat sebagai hari syiar. Banyak aktivitas yang bisa dilakukan untuk 'memasyarakatkan Jumat.
Pertama, Katanya, membangun kesadaran ibadah dengan cara shalat lima waktu tepat waktu, mengaji Al-quran, berzikir, diskusi agama Islam. Hari Jumat juga dijadikan sebagai kesadaran meningkatkan kebaikan sebagai individu dan sosial.
Seperti perbanyak sedekah dansilaturahmi dengan sesama umat. Jangan sebaliknya, merusak hari Jumat dengan melakukan perbuatan maksiat dan kefasikan. Ia yakin, bila umat mengetahui dan sadar akan kemulian Jumat, niscaya mereka tidak akan melewatkan hari itu begitu saja. "Mereka akan berlomba-lomba dalam kebaikan,"katanya
Pimpinan Majelis Taklim An-Nurmaniyah di Kebon Jeruk, Jakarta Barat Ustaz Nurman Nugraha, meminta agar tidak menyepelekan keutamaan yang ada pada Jumat. Apalagi, sampai meninggalkan kewajiban shalat Jumat dengan sengaja tanpa uzur yang jelas.
Jumat, katanya adalah hari yang mulia. Banyak keutamaan didalamnya, Allah SWT menciptakan alam ini pada Jumat, dan kaiamt pun akan terjadi pada hari tersebut. Allah menciptakan Nabi Adam dan mewafatkanya pada hari Jumat. Hari Jumat pula diturunkan Surat Al-Fathihah.
Karena itu, katanya, kualitas dan keantitas Ibadah harus ditingkatkan setiap Jumat, Mendekatkan keistimewaan itu dalam keseharian pun, bisa ditempuh dengan  berbagi cara. Misalnya, ibadah, sedekah, berdoa, berzikir dan ibadah lainya. Karena amalan di hari Jumat pahalanya luar biasa akan dilipatgandakan.
Ia mengajak, umat Islam memperbanyak ibadah shalat Tasbih, membaca surat yaasin pada malam Jumat atau hari  Jumat aka dijaga sampai jumat berikutnya. Melaksanakan wukuf di hari Jumat. Pahalanya sama dengan melaksanakan haji akbar. Doa orang-orang sholeh mengharapkan meninggal pada malam Jumat, atau hari Jumat, agar mendapatkan kematian yang baik.
Menurut dia, Jumat sebagai soko guru dari hari-hari yang lain. Tapi, bukan berarti selain Jumat ibadahnya tidak perlu optimat. Justru spirit Jumat harus berimbar apad hari-hari lain.
Jika hari Jumat diisi dengan ibadah optimal, di hari lain berikutnya, akan mengikuti kebiasaan dan penekannan Ibadah pad Jumat. "Sehingga dalam sepekan kualitas dan kuantitas Ibadah tidak pernah surut."katanya. dtulis oelh Susie Evidia Y Harian Republika, Jumar 30 Nov 2012/16 Muharram 1434 H. hal 2, dialog jumat